-->

Game Misteri Pembunuhan: Uji Naluri Detektifmu

Game detektif interaktif: baca kisah misteri kematian Edward Eversfield dan tebak siapa pembunuhnya.

Selamat datang di sebuah permainan berbeda: sebuah kisah detektif klasik yang diramu dalam bentuk cerita interaktif.

Dalam game ini, kalian bukan sekadar pembaca—kalian adalah peneliti misteri, penimbang alibi, pencari petunjuk di balik setiap kata. Kisah ini menghadirkan nuansa rumah tua Inggris, seorang tuan rumah kaya yang ditemukan tewas, dan para penghuni yang penuh rahasia.

Tugas kalian sederhana tapi menantang: membaca dengan teliti, menebak siapa pelaku, dan melihat apakah dugaan kalian benar.

Apakah naluri detektif kalian cukup tajam? Mari kita buktikan.


Game cerita detektif


Misteri di Kediaman Eversfield

Bagian 1 – Kedatangan Inspektur

Malam itu hujan turun dengan deras. Petir berkilat, menerangi pepohonan besar di halaman mansion Eversfield yang seakan sudah menyaksikan terlalu banyak tragedi. Jam menunjukkan pukul delapan lewat seperempat ketika Inspektur Adrian Langley tiba. Mobil hitamnya berhenti di depan gerbang besi tua yang sudah berderit karena karat.

Seorang petugas jaga membukakan gerbang. “Kami menunggu Anda, Tuan Inspektur,” katanya cepat. Wajahnya pucat, jelas ia sendiri terguncang.

Langley mengangguk singkat, lalu melangkah masuk ke halaman besar yang gelap. Lampu-lampu taman menyala sayup, sebagian sudah padam, membuat suasana semakin muram. Di tangga depan mansion, lima orang berdiri, beberapa dengan jas basah, yang lain hanya bersandar canggung sambil menunduk.

Ia mengamati mereka:

1. Henry Wainwright, pria setengah baya, berjanggut tipis, memakai jas cokelat tua. Tatapannya menusuk, meski wajahnya berusaha terlihat tenang.

2. Clara Evers, wanita muda berusia sekitar dua puluhan akhir, gaun malamnya kusut, matanya sembab.

3. Lucas Trent, sekretaris pribadi korban, berkacamata, rambut tersisir rapi, tapi keringat membasahi dahinya.

4. Martha Klein, pembantu rumah tangga yang sudah bekerja lebih dari dua dekade di rumah itu. Tubuhnya gemuk, gerakannya lambat, wajahnya kaku.

5. Victor Hale, investor bisnis yang baru-baru ini sering datang ke mansion. Bertubuh tinggi, bersuara berat, dan punya sikap mendominasi.

Langley menghentikan langkahnya di tangga, menatap satu per satu. Tak ada yang berani bicara. Hanya suara hujan dan gelegar petir yang sesekali menyela.

“Korban ada di dalam?” tanya Langley datar.

Clara yang menjawab, suaranya parau. “Ayah… Ayah saya ada di ruang tamu. Polisi penjaga sudah memastikan tak ada yang masuk atau keluar.”

Langley memberi isyarat, lalu mereka semua masuk ke dalam.

Mansion itu besar, dengan lorong panjang berkarpet merah tua. Lukisan-lukisan keluarga Eversfield terpajang di dinding, mata-mata dari wajah-wajah bangsawan tua seakan mengikuti setiap langkah. Aroma kayu tua bercampur lilin yang meleleh dari chandelier.

Saat tiba di ruang tamu, Langley menemukan jasad Edward Eversfield, tuan rumah, terbujur di lantai. Tubuhnya miring ke kiri, tangan kanannya masih mencengkeram meja yang kini retak di sudutnya. Darah mengalir dari bagian belakang kepala, bercampur dengan pecahan kaca vas bunga yang terjatuh.

Langley menunduk, memperhatikan. Kepala korban terluka parah. Ada noda darah di lantai yang tampak sudah mengering sebagian, dan darah baru di sisi meja. Seakan-akan ada dua fase luka.

Ia mencatat dalam hati.

“Siapa yang menemukannya pertama kali?”

Henry maju. “Aku. Aku datang ke sini sekitar pukul tujuh lewat sepuluh. Aku mengetuk pintu ruang tamu, tidak ada jawaban. Saat kubuka, aku menemukannya seperti ini.”

Clara langsung menyela dengan suara bergetar, “Aku juga mendengar suara keras, seolah sesuatu jatuh. Aku berlari dari kamar lantai atas, dan—”

“Cukup,” potong Langley dengan tenang. “Kalian semua akan aku tanyai satu per satu. Sekarang, tak seorang pun meninggalkan mansion ini sampai aku selesai.”


Bagian 2 – Tersangka dan Alibi

Henry Wainwright

Langley menatap Henry lebih lama. “Anda bilang tiba pukul tujuh sepuluh. Dari mana Anda datang?”

Henry menegakkan badan. “Dari klub kota. Saya biasa bermain kartu di sana setiap Jumat malam.”

“Bisa dibuktikan?”

“Tentu. Banyak yang melihat saya.”

Clara mendengus. “Tapi klub itu hanya lima menit dari sini. Kau bisa datang lebih cepat, Henry!”

Henry berbalik menatap Clara. “Apa maksudmu? Aku sahabat ayahmu, aku tak mungkin—”

Langley mengangkat tangan, menghentikan perdebatan. “Cukup.” Ia mencatat: alibi Henry longgar.


Clara Evers

Kini giliran Clara. “Aku ada di kamar lantai atas, membaca surat. Lalu aku mendengar bunyi keras. Aku turun dan menemukan ayah sudah terjatuh.”

“Jam berapa?”

“Sekitar pukul tujuh lewat lima. Aku sempat melihat jam dinding.”

Langley mencatat: Clara lebih cepat dari Henry? Namun ekspresi Clara ragu, seolah sedang berusaha mengingat atau mungkin menyembunyikan detail.


Lucas Trent

“Dan Anda, Tuan Trent?”

Lucas merapikan kacamatanya. “Aku sedang membereskan dokumen keuangan di ruang kerja kecil dekat perpustakaan. Aku tidak mendengar apa-apa sampai Clara menjerit.”

“Apakah ada orang yang bisa mengonfirmasi Anda ada di sana?”

Lucas menggeleng. “Tidak. Aku sendirian.”

Catatan Langley: Alibi rapuh, tidak ada saksi.


Martha Klein

Langley beralih ke Martha. “Anda sudah lama bekerja di sini. Apa yang Anda lakukan malam ini?”

“Aku di dapur, menyiapkan teh. Tuan Edward minta teh hangat sebelum jam tujuh. Aku baru saja membawa nampan ke lorong, tapi… aku menemukan dia sudah terjatuh.”

Langley memperhatikan tangannya: ada noda cairan di ujung baju pelnya. Apakah itu teh? Minyak? Ia hanya mencatat.


Victor Hale

Akhirnya, Victor. “Aku sedang menunggu di ruang baca. Tuan Edward memintaku datang untuk membicarakan kontrak bisnis. Tapi ia tak kunjung muncul. Lalu aku dengar kegaduhan.”

“Jam berapa Anda masuk mansion?”

“Sekitar pukul enam setengah. Butler yang mengizinkan.”

Catatan Langley: Victor paling awal tiba.


Bagian 3 – Kejanggalan

Langley memeriksa ruangan dengan teliti. Ada beberapa detail mencurigakan:

1. Pecahan kaca vas bunga → anehnya, pecahan tersebar jauh, seolah ada dorongan kuat.

2. Noda cairan di lantai → licin, tapi bukan hanya darah; ada aroma minyak lampu.

3. Posisi meja retak → tanda cengkeraman korban ada di sisi yang berbeda dari arah jatuh.

4. Jam dinding berhenti tepat pukul 7.05, karena jarumnya bengkok terkena sesuatu.

Langley mengamati semua, menulis di buku catatannya. Tapi ia tidak mengatakan kesimpulan. Ia hanya menoleh ke para tersangka dan berkata:

“Beberapa hal di sini tidak sesuai dengan yang kalian ceritakan. Aku akan memeriksa lebih lanjut.”

Semua tersangka saling melirik, sebagian gugup, sebagian marah.


Bagian 4 – Api dalam Dialog

Hujan di luar masih mengguyur keras. Cahaya petir sesekali menyinari ruangan, memantul di pecahan kaca di lantai. Para tersangka duduk di kursi empuk ruang tamu, tapi wajah mereka tegang, seakan tiap kata bisa jadi pisau yang diarahkan ke dada sendiri.

Inspektur Langley berdiri, menyalakan pipa, lalu berjalan pelan mengitari ruangan. “Aku ingin kalian jujur. Karena semakin kalian berbohong, semakin mudah aku tahu siapa yang menyembunyikan sesuatu.”

Ia berhenti di dekat Henry. “Tuan Wainwright, Anda bilang menemukan jasad Edward pukul tujuh sepuluh. Tapi jam dinding berhenti pukul tujuh lewat lima. Apa Anda yakin tidak melihat sesuatu sebelumnya?”

Henry mengernyit, lalu menoleh pada Clara. “Kenapa kau memelototiku begitu? Kau sendiri bilang mendengar suara jam tujuh lewat lima, bukan? Kau yang pertama ada di tempat ini. Bagaimana aku bisa percaya kau tidak ikut andil?”

Clara berdiri, wajahnya merah. “Aku anaknya! Kenapa aku harus membunuh ayahku sendiri?”

Henry mendesah berat, lalu berkata lirih. “Mungkin… warisan. Semua orang tahu Edward baru saja mengubah wasiatnya.”

Semua mata menoleh kaget. Clara terbelalak. “Itu tidak benar! Kau berbohong!”

Victor menyela dengan suara berat, “Aku juga mendengar kabar itu. Edward memang berniat mengubah sebagian besar asetnya… termasuk saham yang selama ini kau nikmati, Henry.”

Henry menoleh cepat. “Jangan kau berlagak tahu, Victor! Kau sendiri punya kepentingan bisnis dengan Edward. Jika kontrakmu gagal, kau bisa kehilangan banyak uang!”

Suasana makin panas. Langley hanya mencatat tanpa bereaksi, membiarkan mereka saling melempar tuduhan.


Lucas Angkat Suara

Lucas yang dari tadi diam, akhirnya bersuara dengan suara bergetar. “Semua orang bisa saja punya alasan. Tapi… aku tahu sesuatu.”

Semua mata menoleh padanya.

“Aku menemukan surat di ruang kerja siang tadi. Surat ancaman. Ditujukan kepada Tuan Edward. Tulisan tangannya kasar, seperti ingin disamarkan. Surat itu menyebut soal hutang lama… hutang yang, seingatku, hanya diketahui Henry dan Victor.”

Henry menatap Lucas tajam. “Apa kau menuduhku?”

Lucas mengangkat tangannya, “Aku hanya bilang apa yang kulihat.”

Victor mendengus. “Surat itu tidak berarti apa-apa. Edward punya banyak musuh dalam bisnis. Siapa pun bisa menulisnya.”

Langley mencatat lagi: Surat ancaman – hilang? siapa yang menyimpan?


Martha Tak Kuasa

Tiba-tiba Martha, yang dari tadi diam di pojok, menangis. “Kalian semua munafik! Kalian hanya peduli dengan uang, dengan saham, dengan warisan. Tuan Edward… dia orang baik. Dia tidak pantas diperlakukan begini.”

Langley menatapnya. “Apa Anda melihat sesuatu, Martha?”

Martha menunduk, lalu berbisik. “Aku… aku hanya mendengar pertengkaran. Tepat sebelum bunyi keras itu.”

Semua menoleh. “Pertengkaran siapa?” tanya Langley.

Martha menggigit bibir. “Aku tidak yakin. Tapi aku dengar suara pria. Suara berat… mungkin Victor.”

Victor berdiri, menghantam meja dengan tangan. “Omong kosong! Aku tidak pernah bertengkar dengan Edward malam ini!”

Clara menudingnya. “Tapi kau yang paling lama bersama Ayah! Kau datang sejak sore! Bagaimana kami bisa yakin kau tidak—”

“Cukup!” potong Langley keras, menghentikan keributan. Ruangan kembali hening, hanya suara hujan di luar yang terdengar.


Bagian 5 – Clue yang Menyebar

Langley melanjutkan pemeriksaan ruangan. Ia meminta semua orang duduk diam.

Ia menemukan:

1. Noda darah kecil di gagang pintu ruang tamu – seolah seseorang keluar/masuk dengan tangan berdarah.

2. Kertas robek di bawah sofa – tampaknya bagian dari surat ancaman yang disebut Lucas.

3. Cangkir teh di meja sudut – satu cangkir masih penuh, satu setengah kosong. Tapi anehnya, cangkir kosong tidak ada sidik jari jelas.

Ia menuliskan catatannya, lalu kembali ke tengah ruangan.

“Clara, kau bilang mendengar suara benda jatuh. Lucas, kau bilang baru sadar setelah Clara menjerit. Henry, kau bilang masuk setelah itu. Martha, kau dengar pertengkaran. Victor, kau menunggu di ruang baca. Semua cerita itu… masih belum cocok satu sama lain.”

Mereka semua menunduk, gugup.

Langley kemudian berkata pelan, “Aku tidak akan menyimpulkan saat ini. Tapi aku tahu… salah satu dari kalian berbohong. Dan kebohongan itu sudah kutemukan.”

Petir kembali menyambar di luar. Semua tersangka saling pandang dengan wajah cemas, seakan tiap orang yakin dirinya akan dituduh berikutnya.


Bagian 6 – Alibi yang Runtuh

Langley berdiri tegak di depan perapian yang padam. Matanya beralih dari satu tersangka ke tersangka lain, memperhatikan wajah, keringat di dahi, gerakan tangan yang gelisah.

“Aku akan mengulang,” katanya datar, “karena cerita kalian masih belum konsisten.”

Ia menunjuk Henry.

“Henry, kau bilang masuk setelah mendengar suara keras. Tapi kalau begitu, kenapa noda darah ada di gagang pintu? Seharusnya, jika kau hanya menemukan korban, darah itu tidak akan ada di sana.”

Henry membuka mulut, menelan ludah, lalu menoleh ke arah Victor. “Bisa saja Victor yang lebih dulu keluar masuk, bukan aku!”

Victor tertawa sinis. “Lucu. Kau mencoba melemparkan tuduhan ke arahku. Padahal, bukankah kau paling dekat dengan Edward malam ini? Kalian sempat bicara soal uang, aku tahu itu.”

“Omong kosong!” Henry membentak.

Langley menoleh pada Clara. “Clara, kau bilang berada di balkon. Tapi balkon itu persis di atas ruang tamu. Dari posisi itu, kau pasti mendengar lebih banyak. Kenapa hanya menyebut suara jatuh?”

Clara terdiam. Wajahnya memucat. “Aku… aku memang mendengar lebih. Tapi aku takut mengatakannya.”

“Apa yang kau dengar?” tanya Langley, dingin.

Clara memejamkan mata. “Suara Ayah… ia berteriak, ‘Jangan lakukan ini!’ lalu suara sesuatu menghantam keras. Tapi aku tidak tahu siapa lawannya.”

Semua tersentak. Martha menutup mulutnya dengan tangan. Lucas menunduk dalam.


Bagian 7 – Pertarungan Tuduhan

Ruangan kembali riuh.

Lucas berdiri, suaranya parau. “Kalau begitu, jelas ada perkelahian. Siapa di antara kalian yang bersama Edward sebelum ia mati?”

Victor langsung menunjuk Henry. “Dia! Aku melihatnya masuk ruang tamu lebih dulu sebelum yang lain datang.”

Henry menggeleng keras. “Bohong! Aku baru masuk setelah mendengar suara benturan. Kau sendiri, Victor, sudah lama bersama Edward di ruang kerja. Bisa jadi kalian bertengkar soal kontrak!”

Clara menatap Lucas. “Kau sekretaris Ayah. Kau tahu semua rahasia keuangannya. Bukankah kau yang paling gampang memanipulasi dokumen?”

Lucas terkejut. “Apa maksudmu?”

Clara menambahkan, “Aku sempat melihatmu merobek sesuatu sore tadi. Jangan bilang kau tidak ingat!”

Lucas wajahnya pucat. “Itu… itu hanya catatan rapat lama. Tidak ada hubungannya dengan ini.”

Martha tiba-tiba bangkit. “Kalian semua sama saja! Aku yang selalu membersihkan rumah ini tahu… ada seseorang yang keluar diam-diam tadi sore lewat pintu belakang.”

Langley menoleh cepat. “Siapa?”

Martha menggigit bibir. “Aku tidak melihat jelas. Tapi aku mendengar langkah kaki berat. Bukan langkah wanita. Dan… baunya… bau cerutu. Hanya ada satu orang di ruangan ini yang merokok cerutu.”

Semua menoleh pada Victor.

Victor mengepalkan tangan. “Dasar omong kosong! Ya, aku merokok cerutu, tapi itu tidak berarti aku membunuh Edward!”

Langley menulis lagi di bukunya. Bukti bertambah: suara perkelahian, surat ancaman, noda darah di pintu, cerutu, alibi berlubang.


Bagian 8 – Clue Terakhir

Langley kemudian berjalan ke meja samping, mengambil cangkir teh yang setengah kosong. “Satu hal terakhir yang menarik perhatianku… Cangkir ini. Tidak ada sidik jari jelas, padahal seharusnya ada. Artinya seseorang membersihkannya, atau memegangnya dengan sarung tangan.”

Ia menatap ke arah Lucas. “Kau yang biasanya menyiapkan teh untuk Edward, bukan?”

Lucas terdiam, wajahnya tegang. “Iya… tapi bukan aku yang meletakkan teh itu malam ini. Aku sibuk dengan dokumen.”

Clara memotong, “Kalau bukan kau, siapa? Ayah jarang membuat teh sendiri.”


🕵️‍♂️ Penjelasan Akhir

Langley menatap semua orang bergantian, lalu menutup bukunya. “Cukup. Aku punya semua yang kubutuhkan. Aku tahu siapa yang berbohong… Karena kebenaran bukan dari mulutku, melainkan dari apa yang kalian simpulkan sendiri.”

Petir kembali menyambar. Lima orang tersisa saling menatap dengan wajah tegang. Saling tuduh, saling curiga, tapi tidak ada yang berani membuka mulut lagi.


Siapakah pembunuh Edward Eversfield?

LihatTutupKomentar