Pengamen Ganteng
Cerpen atau cerita pendek ini lanjutan dari Rabunnya Hati - Dia yang Marah. Bercerita tentang seorang pengamen ganteng. Selamat menikmati.
Cerpen Pengamen Ganteng ini merupakan kelanjutan dari cerita Rabunnya Hati - Dia yang Marah.
Monologue
Oh iyah belum cerita nih, bagaimana kalau Santolo di malam hari. Mungkin begini gambarannya.
Jika sedang musim kemarau. Langit cerah, namun bintang tidak terlalu terlihat banyak. Angin kering berhembus di tengah-tengah perkampungan. Tetapi angin lumayan dingin berhembus di sisi pantai.
Uap panas dari tanah, bekas siang biasanya akan memberikan badan rasa yang beda. Jika kurang fit, akan mudah sekali masuk angin.
Namun jika sehat, duduk-duduk di pantai adalah kegiatan yang mesti dilakukan di malam hari.
Jika sedang purnama, suasana Santolo sangat eksotis. Andai saja listrik belum masuk sini pastinya suasana eksotis itu lebih romantis dan rasa magisnya dapat kita rasakan.
Bayangkan kelap-kelip obor menempel di tiangnya, menyala di tempat terbuka mencoba mengusir kegelapan.
Sudah begitu datang sinar rembulan yang terang benderang namun temaram saja menyinari seluruh wilayah bumi. Air laut berkilauan, seakan intan gemerlapan sedang terhampar.
Apalagi kalo kita lagi galaw atau melow, gara-gara diputusin pacar atau ditinggal kawin bisa mewek berkali-kali.
Udah gituh kan suara deburan ombaknya kenceng banget, lebih bebas lagi. Kalo mo mewek sambil teriak gak bakalan ada yang denger. Asyik bukan?
Act 16.
Ss.
Saat itu Reno, Rita dan Hani sedang duduk di beranda menghadap laut. Dari dalam kamar yang berdekatan dengan kamar Reno keluar Rama. Melihat orang-orang yang baru dikenalnya tadi maghrib, Rama menghampiri.
Rama : "Halow, lagi pada ngapain nih, udah pada makan belom?"
Sapa Rama sambil tersenyum dan memegang kepala kursi yang sedang diduduki oleh Reno.
Rita : "Eh bang Rama. Kita lagi santai saja. Rencananya sih mo makan, tapi nunggu agak maleman dikit."
Sahut Rita sambil menengok ke arah sumber suara.
Reno : "Kenapa situ nanya, mo nraktiiir?"
Celetuk Reno.
Hani : "Hoy gembrot, malu-maluin saja luh."
Sedikit ada nada gusar dalam ucapan Hani mendengar temennya celamitan gituh.
Reno : "Biarin. Kalo ada rezeki, haram nolaknya tau."
Bantah Reno cuek.
Hani : "Itu sih elu."
Rama : "Ayo kalau kalian mau makan, saya traktir deh. Kayaknya gak enak kalau makan sendirian. Gimana?"
Ucap Rama seperti tidak memperdulikan rebutan omong diantara Hani dan Reno.
Reno : "Noh kan, rezeki datang. Dia yang nawarin, mo nolak cin? silahkaaan ngomong langsung sama orangnya?"
Ucap Reno merasa mendapat angin.
Hani : "Maaf bang, silahkan duluan saja deh. Kita nanti makannya."
Rama : "Ah jangan begitu dong. Ayolah temani saya makan, biar semakin akrab. Sama-sama datang dari Jakarta, udah gituh satu bungalow pula, masa seperti orang yang tidak saling mengenal aja. Oke, misalnya tidak mau ditraktir, minimal kita bisa bareng-bareng makannya. Gimana?"
Rita : "Udah Han, kita makannya bareng aja sama bang Rama. Gak ada ruginya kok, bener ga Ren?"
Reno : "Iyah Han. Kalo misalnya lo gak mau, biar gue nemenin bang Rama makannya."
Sahut Reno sambil senyum-senyum genit.
Hani : "Dasar tampang penghianat. Gak hanya kelamin aja lu berkhianat, temen juga dikhianati."
Reno : "Bukan penghianat kelamin kali, tapi panggilan jiwa boo."
Rita : "Sudah-sudah ah jadi rame gini, noh bang Rama nungguin jawaban kita. Biar dah gue wakilin. Bang Rama, oke kita mau makan bareng. Tapi ada syaratnya.."
Rama : "Apa syaratnya?"
Rita : "Kita yang nentuin tempat makannya dimana. Gimana?"
Rama : "Oke, kirain apa gituh syaratnya. Mo pergi sekarang ato nunggu sebentar lagi."
Rita : "Sekarang aja, yuk."
Tanpa menunggu jawaban, Rita memegang tangan Rama dan menariknya ke luar.
Rama : "Ayo."
Sahut rama sambil mengikuti langkah Rita.
Mendengar Rita memutuskan sepihak. Reno mendekati Hani.
Reno : "Han, si Rita kumat lagi."
Bisik reno di telinga Hani ketika mereka berjalan mengikuti dari belakang.
Hani : "Iyah, udah ikutin aja, abis kali obatnya."
Balas Hani dengan berbisik pula.
Rita : "Woy, gue tau yah kalau kalian lagi ngomongin gue di belakang."
Hani : "Ups... Ada yang marah. Udah diem aja aaaah."
Reno : "Hooh."
Merekapun melangkah keluar dari bungalow menuju jalan utama.
Akhir act 16.
Int. Warung makan pinggir jalan.
Act 17.
Warung tenda itu tepat di pinggir jalan. Dilihat dari tulisan yang tertulis di layar kain penutup sepertinya jual pecel lele, nasi goreng & minuman.
Ada dua orang penjualnya. Satu lelaki (40)an kita panggil saja namanya si emang dan seorang wanita (35)an kita panggil si eceu. Kayaknya mereka suami isteri.
Kesanalah Rita kini berjalan diikuti oleh teman-temannya.
Rita : "Kita makan nasi goreng aja yah?"
Tunjuk Rita ke warung tenda itu.
Rama : "Ok."
Jawab Rama pendek.
Hani dan Reno hanya mengangguk.
Tukang warung yang tadi duduk di kursi kini berdiri melihat Rita masuk dan mengambil kursi untuk duduk.
Si emang : "Mau makan apa neng?"
Tanya si emang sambil tersenyum ramah.
Rita : "Lo mau pada makan apa?"
Hani : "Gue nasgor."
Reno : "Sama."
Rita : "Bang Rama?"
Rama : "Pecel lele."
Rita : "Bang, nasgor tiga. Pedes semua. Pecel lele satu."
Si emang : "Baik neng. Minumnya apa?"
Sahutnya sambil melangkah ke meja kerjanya dan membesarkan api yang tadi kecil. Si eceu cekatan memberikan kobokan untuk masing-masing pembelinya ini dan pergi ke belakang untuk mengambil lele setelahnya.
Rita : "Saya teh manis."
Hani : "Es jeruk."
Reno : "Teh manis."
Rama : "Es teh manis."
Tukang warungpun kini sibuk dengan pesanan. Si emang menggoreng, si eceu membuatkan minuman.
Tak lama kemudian pesanan datang. Rama yang sepertinya sangat lapar terlihat makan dengan lahap.
"Permisi mba-mba, teteh-teteh, abang-abang numpang ngamen. Breeng."
Datang suara pengamen diiringi suara gitar yang dipetik ke bawah.
Hani, Rita, Rama cuek, mereka melanjutkan makannya tapi tidak dengan Reno. Ia mengangkat mukanya. Entah karena kenal dengan suara itu atau merasa terganggu.
Melihat wajah pengamen, dia cekikikan.
Reno : "Hiks hiks... Kayaknya bakalan ada yang sewot nih."
Sikut Reno pada Rita. Mendapat sikutan Rita pun menengadahkan mukanya ke arah pengamen. Melihat muka pengamen dia pun tertawa.
Rita : "Hehe.. Bener Ren."
Rama : "Emang kenapa gituh Mba?"
Tanya Rama penasaran.
Rita : "Lihat aja sebentar lagi."
Mulailah sang pengamen memainkan gitarnya. Itu suara kacau sekali. Gitarnya fals yang nyanyinya apalagi, udah gitu liriknya ngaco. Membuat orang-orang yang hadir pengennya menutup telinga dan mengusir si pengamen kalau tidak kenal sopan santun. Hani yang tadi cuek kini ia mengangkat muka, sepertinya merasa terganggu.
Hani : "Hadooh kenapa sih hidup gue harus sial. Ketemu orang-orang ini lagi."
Ucap Hani sambil geleng-geleng kepala.
"Masa sih, kok saya merasa beruntung yah bisa ketemu si eneng lagi."
Sahut yang memainkan gitar.
Hani : "Iyah, lo beruntung, guenya yang buntung. Mana suara gitar ma nyanyi ancur semua lagi. Tambah lengkap deh penderitaan."
"Ya atuh kalo bagus mah, saya gak berdiri di sini neng. Pastinya saya lagi nyanyi di tivi, bener gak Din?"
"Bener Han."
Ternyata yang mengamen itu Farhan dan Udin. Pengamen Ganteng.
Hani : "Lo punya recehan gak Ta. Kasih noh, biar mereka cepetan pergi."
Ketus Hani sambil nengok ke Rita.
Rita : "Nggak. Lagian pengamennya ganteng, ngapain diusir."
Jawab Rita masih sambil tertawa dia nengok ke Reno. Dia merasa lucu dengan kelakuan Farhan dan Udin. Kok bisa-bisanya ngamen dan hadir di tempat mereka makan. Ada maksudnya nih, pikir Hani. Makanya dia pura-pura tidak punya Receh.
Hani : "Kalo lo Ren?"
Reno : "Eeuuh..."
Jawab Reno sambil mencoba untuk mengingat-ingat.
Rita : "Lo kan gak punya Ren. Tadi lo kasihin ma gue, buat nambahin beli air minum. Iya kan. Pasti bang Rama juga gak punya receh, masa mo nraktir kita pake recehan, bener ngga bang hehehe."
Potong Rita sambil mengedipkan mata pada Reno memberikan kode. Renopun faham. Dan Rita sengaja menyinggung harga diri Rama untuk tidak mengeluarkan uang recehnya. Dan memang maksud Rita itu berhasil.
Rama : "Kebetulan saya juga tidak punya."
Sahut Rama tanpa berpikir dan mengingat-ingat lagi. Sepertinya ia sedang jaga gengsi termakan ledekan Rita.
Hani : "Hih, pada kompak semua lo pada yah. Terpaksa gue juga yang mesti berkorban."
Rungut Hani sambil mencuci tangannya di kobokan. Dilapnya dengan tissue tangannya yang basah. Habis itu ia merogoh saku bajunya untuk mengambil uang. Tampak uang dua puluh ribu kini sudah ada di tangannya.
Hani : "Terpaksa gue, ngeluarin duit gede gini demi mendengar nyanyian yang bikin sakit telinga. Rugi dua kali. Niih, sudah pada pergi sana."
Ketus Hani sambil menyodorkan uang itu kepada Farhan si pengamen ganteng gadungan.
Farhan : "Emang kalo bidadari itu gak ada cacatnya yah, udah cantik, baik hati, ramah pula. Pastinya beruntung cowok yang ngedapetin neng Hani mah, bener nggak Din."
Ucap Farhan sambil menerima uang di tangan Hani. Bahunya ia adukan dengan bahu Udin. Tapi, tangannya sedikit jail mengelus jari Hani.
Hani melotot, namun pujian Farhan sepertinya meredam kemarahannya.
Udin : "Pastinya atuh Han. Bidadari yang kayak begini kalau belum mati jangan dikubur."
Sahut Udin sambil menghentikan permainan gitarnya.
Hani :"Heh Udin, lo nyumpahin gue mati."
Pelotot Hani membuat Tawa Udin langsung menghilang.
Farhan : "Bener tuh neng Hani omongan si Udin. Kalau neng belum mati mah ya tidak boleh dikubur atuh, dosa tau. Jangan marah gituh ah. Cantik-cantik suka banget marah nanti kena stroke loh, bisa-bisa ntar hilang dah cantiknya."
Bela Farhan dengan senyum menghias bibirnya setengah meledek.
Hani : "Sudah-sudah berisik luh. Pergi sana yang jauh yah, jangan ngamen di sini, gue lagi makan nih. Ntar hilang selera makan gue."
Sewot Hani sambil kembali mencomot nasi dan menyuapkannya ke mulut.
Farhan : "Iyah kita bakal pergi, tapi nanti setelah makan yah. Mang pecel lele dua. Mayan nih dapet rezeki."
Jawab Farhan sambil teriak ke tukang pecel kemudian ngeloyor menuju meja kosong yang tersedia diikuti oleh Udin.
Rita : "Haha... Kayaknya bakal ada yang tambah sewot nih."
Tangan kiri Rita mencoel tangan Reno.
Reno : "Pastinyaaa..."
Sahut Reno juga dengan senyum-senyum sambil melirik ke arah Hani.
Hani : "Sialan nih cowok, gak ada takut-takutnya. Udah diusir masih ngeyel. Pake acara makan di sini segala. Yang bikin gue tambah kesel, secara tidak langsung gue udah mentraktir mereka makan dengan ngasih duit tadi dong."
Bisik Hani ke Rita.
Rita : "Mungkin dia lagi usaha."
Jawab Hani pendek.
Hani : "Maksud lo?"
Timpal Hani penasaran.
Rita : "Ada deeh."
Sahutnya sambil senyum-senyum gak jelas.
Hani : "Hmmm... Gue tau maksud lo, ma...aaaaf yah dia bukan tipe gue."
Rungut Hani dengan mulut cemberut.
Rita : "Hooh gue tahu dia bukan tipe elo sampe-sampe waktu pertama ngeliat dia elo gak ngedip."
Cibir Rita.
Hani : "Udah diem lo, pokoknya dia bukan tipe gue, titik."
Ketus Hani sambil meneruskan suapannya.
Rita : "Iya deeeh, kita liat aja nanti. Apakah si cantik bakal menjadi miliknya si pengamen ganteng."
Hani : "Berisik."
Rita : "Iya...iya."
Akhir act 17.
Demikian cerpen Pengamen Ganteng ini. Silahkan dipantau kisah selanjutnya. Salam.
Pengamen Ganteng.
Monologue
Oh iyah belum cerita nih, bagaimana kalau Santolo di malam hari. Mungkin begini gambarannya.
Jika sedang musim kemarau. Langit cerah, namun bintang tidak terlalu terlihat banyak. Angin kering berhembus di tengah-tengah perkampungan. Tetapi angin lumayan dingin berhembus di sisi pantai.
Uap panas dari tanah, bekas siang biasanya akan memberikan badan rasa yang beda. Jika kurang fit, akan mudah sekali masuk angin.
Namun jika sehat, duduk-duduk di pantai adalah kegiatan yang mesti dilakukan di malam hari.
Jika sedang purnama, suasana Santolo sangat eksotis. Andai saja listrik belum masuk sini pastinya suasana eksotis itu lebih romantis dan rasa magisnya dapat kita rasakan.
Bayangkan kelap-kelip obor menempel di tiangnya, menyala di tempat terbuka mencoba mengusir kegelapan.
Sudah begitu datang sinar rembulan yang terang benderang namun temaram saja menyinari seluruh wilayah bumi. Air laut berkilauan, seakan intan gemerlapan sedang terhampar.
Apalagi kalo kita lagi galaw atau melow, gara-gara diputusin pacar atau ditinggal kawin bisa mewek berkali-kali.
Udah gituh kan suara deburan ombaknya kenceng banget, lebih bebas lagi. Kalo mo mewek sambil teriak gak bakalan ada yang denger. Asyik bukan?
Act 16.
Ss.
Saat itu Reno, Rita dan Hani sedang duduk di beranda menghadap laut. Dari dalam kamar yang berdekatan dengan kamar Reno keluar Rama. Melihat orang-orang yang baru dikenalnya tadi maghrib, Rama menghampiri.
Rama : "Halow, lagi pada ngapain nih, udah pada makan belom?"
Sapa Rama sambil tersenyum dan memegang kepala kursi yang sedang diduduki oleh Reno.
Rita : "Eh bang Rama. Kita lagi santai saja. Rencananya sih mo makan, tapi nunggu agak maleman dikit."
Sahut Rita sambil menengok ke arah sumber suara.
Reno : "Kenapa situ nanya, mo nraktiiir?"
Celetuk Reno.
Hani : "Hoy gembrot, malu-maluin saja luh."
Sedikit ada nada gusar dalam ucapan Hani mendengar temennya celamitan gituh.
Reno : "Biarin. Kalo ada rezeki, haram nolaknya tau."
Bantah Reno cuek.
Hani : "Itu sih elu."
Rama : "Ayo kalau kalian mau makan, saya traktir deh. Kayaknya gak enak kalau makan sendirian. Gimana?"
Ucap Rama seperti tidak memperdulikan rebutan omong diantara Hani dan Reno.
Reno : "Noh kan, rezeki datang. Dia yang nawarin, mo nolak cin? silahkaaan ngomong langsung sama orangnya?"
Ucap Reno merasa mendapat angin.
Hani : "Maaf bang, silahkan duluan saja deh. Kita nanti makannya."
Rama : "Ah jangan begitu dong. Ayolah temani saya makan, biar semakin akrab. Sama-sama datang dari Jakarta, udah gituh satu bungalow pula, masa seperti orang yang tidak saling mengenal aja. Oke, misalnya tidak mau ditraktir, minimal kita bisa bareng-bareng makannya. Gimana?"
Rita : "Udah Han, kita makannya bareng aja sama bang Rama. Gak ada ruginya kok, bener ga Ren?"
Reno : "Iyah Han. Kalo misalnya lo gak mau, biar gue nemenin bang Rama makannya."
Sahut Reno sambil senyum-senyum genit.
Hani : "Dasar tampang penghianat. Gak hanya kelamin aja lu berkhianat, temen juga dikhianati."
Reno : "Bukan penghianat kelamin kali, tapi panggilan jiwa boo."
Rita : "Sudah-sudah ah jadi rame gini, noh bang Rama nungguin jawaban kita. Biar dah gue wakilin. Bang Rama, oke kita mau makan bareng. Tapi ada syaratnya.."
Rama : "Apa syaratnya?"
Rita : "Kita yang nentuin tempat makannya dimana. Gimana?"
Rama : "Oke, kirain apa gituh syaratnya. Mo pergi sekarang ato nunggu sebentar lagi."
Rita : "Sekarang aja, yuk."
Tanpa menunggu jawaban, Rita memegang tangan Rama dan menariknya ke luar.
Rama : "Ayo."
Sahut rama sambil mengikuti langkah Rita.
Mendengar Rita memutuskan sepihak. Reno mendekati Hani.
Reno : "Han, si Rita kumat lagi."
Bisik reno di telinga Hani ketika mereka berjalan mengikuti dari belakang.
Hani : "Iyah, udah ikutin aja, abis kali obatnya."
Balas Hani dengan berbisik pula.
Rita : "Woy, gue tau yah kalau kalian lagi ngomongin gue di belakang."
Hani : "Ups... Ada yang marah. Udah diem aja aaaah."
Reno : "Hooh."
Merekapun melangkah keluar dari bungalow menuju jalan utama.
Akhir act 16.
Int. Warung makan pinggir jalan.
Act 17.
Warung tenda itu tepat di pinggir jalan. Dilihat dari tulisan yang tertulis di layar kain penutup sepertinya jual pecel lele, nasi goreng & minuman.
Ada dua orang penjualnya. Satu lelaki (40)an kita panggil saja namanya si emang dan seorang wanita (35)an kita panggil si eceu. Kayaknya mereka suami isteri.
Kesanalah Rita kini berjalan diikuti oleh teman-temannya.
Rita : "Kita makan nasi goreng aja yah?"
Tunjuk Rita ke warung tenda itu.
Rama : "Ok."
Jawab Rama pendek.
Hani dan Reno hanya mengangguk.
Tukang warung yang tadi duduk di kursi kini berdiri melihat Rita masuk dan mengambil kursi untuk duduk.
Si emang : "Mau makan apa neng?"
Tanya si emang sambil tersenyum ramah.
Rita : "Lo mau pada makan apa?"
Hani : "Gue nasgor."
Reno : "Sama."
Rita : "Bang Rama?"
Rama : "Pecel lele."
Rita : "Bang, nasgor tiga. Pedes semua. Pecel lele satu."
Si emang : "Baik neng. Minumnya apa?"
Sahutnya sambil melangkah ke meja kerjanya dan membesarkan api yang tadi kecil. Si eceu cekatan memberikan kobokan untuk masing-masing pembelinya ini dan pergi ke belakang untuk mengambil lele setelahnya.
Rita : "Saya teh manis."
Hani : "Es jeruk."
Reno : "Teh manis."
Rama : "Es teh manis."
Tukang warungpun kini sibuk dengan pesanan. Si emang menggoreng, si eceu membuatkan minuman.
Tak lama kemudian pesanan datang. Rama yang sepertinya sangat lapar terlihat makan dengan lahap.
"Permisi mba-mba, teteh-teteh, abang-abang numpang ngamen. Breeng."
Datang suara pengamen diiringi suara gitar yang dipetik ke bawah.
Hani, Rita, Rama cuek, mereka melanjutkan makannya tapi tidak dengan Reno. Ia mengangkat mukanya. Entah karena kenal dengan suara itu atau merasa terganggu.
Melihat wajah pengamen, dia cekikikan.
Reno : "Hiks hiks... Kayaknya bakalan ada yang sewot nih."
Sikut Reno pada Rita. Mendapat sikutan Rita pun menengadahkan mukanya ke arah pengamen. Melihat muka pengamen dia pun tertawa.
Rita : "Hehe.. Bener Ren."
Rama : "Emang kenapa gituh Mba?"
Tanya Rama penasaran.
Rita : "Lihat aja sebentar lagi."
Mulailah sang pengamen memainkan gitarnya. Itu suara kacau sekali. Gitarnya fals yang nyanyinya apalagi, udah gitu liriknya ngaco. Membuat orang-orang yang hadir pengennya menutup telinga dan mengusir si pengamen kalau tidak kenal sopan santun. Hani yang tadi cuek kini ia mengangkat muka, sepertinya merasa terganggu.
Hani : "Hadooh kenapa sih hidup gue harus sial. Ketemu orang-orang ini lagi."
Ucap Hani sambil geleng-geleng kepala.
"Masa sih, kok saya merasa beruntung yah bisa ketemu si eneng lagi."
Sahut yang memainkan gitar.
Hani : "Iyah, lo beruntung, guenya yang buntung. Mana suara gitar ma nyanyi ancur semua lagi. Tambah lengkap deh penderitaan."
"Ya atuh kalo bagus mah, saya gak berdiri di sini neng. Pastinya saya lagi nyanyi di tivi, bener gak Din?"
"Bener Han."
Ternyata yang mengamen itu Farhan dan Udin. Pengamen Ganteng.
Hani : "Lo punya recehan gak Ta. Kasih noh, biar mereka cepetan pergi."
Ketus Hani sambil nengok ke Rita.
Rita : "Nggak. Lagian pengamennya ganteng, ngapain diusir."
Jawab Rita masih sambil tertawa dia nengok ke Reno. Dia merasa lucu dengan kelakuan Farhan dan Udin. Kok bisa-bisanya ngamen dan hadir di tempat mereka makan. Ada maksudnya nih, pikir Hani. Makanya dia pura-pura tidak punya Receh.
Hani : "Kalo lo Ren?"
Reno : "Eeuuh..."
Jawab Reno sambil mencoba untuk mengingat-ingat.
Rita : "Lo kan gak punya Ren. Tadi lo kasihin ma gue, buat nambahin beli air minum. Iya kan. Pasti bang Rama juga gak punya receh, masa mo nraktir kita pake recehan, bener ngga bang hehehe."
Potong Rita sambil mengedipkan mata pada Reno memberikan kode. Renopun faham. Dan Rita sengaja menyinggung harga diri Rama untuk tidak mengeluarkan uang recehnya. Dan memang maksud Rita itu berhasil.
Rama : "Kebetulan saya juga tidak punya."
Sahut Rama tanpa berpikir dan mengingat-ingat lagi. Sepertinya ia sedang jaga gengsi termakan ledekan Rita.
Hani : "Hih, pada kompak semua lo pada yah. Terpaksa gue juga yang mesti berkorban."
Rungut Hani sambil mencuci tangannya di kobokan. Dilapnya dengan tissue tangannya yang basah. Habis itu ia merogoh saku bajunya untuk mengambil uang. Tampak uang dua puluh ribu kini sudah ada di tangannya.
Hani : "Terpaksa gue, ngeluarin duit gede gini demi mendengar nyanyian yang bikin sakit telinga. Rugi dua kali. Niih, sudah pada pergi sana."
Ketus Hani sambil menyodorkan uang itu kepada Farhan si pengamen ganteng gadungan.
Farhan : "Emang kalo bidadari itu gak ada cacatnya yah, udah cantik, baik hati, ramah pula. Pastinya beruntung cowok yang ngedapetin neng Hani mah, bener nggak Din."
Ucap Farhan sambil menerima uang di tangan Hani. Bahunya ia adukan dengan bahu Udin. Tapi, tangannya sedikit jail mengelus jari Hani.
Hani melotot, namun pujian Farhan sepertinya meredam kemarahannya.
Udin : "Pastinya atuh Han. Bidadari yang kayak begini kalau belum mati jangan dikubur."
Sahut Udin sambil menghentikan permainan gitarnya.
Hani :"Heh Udin, lo nyumpahin gue mati."
Pelotot Hani membuat Tawa Udin langsung menghilang.
Farhan : "Bener tuh neng Hani omongan si Udin. Kalau neng belum mati mah ya tidak boleh dikubur atuh, dosa tau. Jangan marah gituh ah. Cantik-cantik suka banget marah nanti kena stroke loh, bisa-bisa ntar hilang dah cantiknya."
Bela Farhan dengan senyum menghias bibirnya setengah meledek.
Hani : "Sudah-sudah berisik luh. Pergi sana yang jauh yah, jangan ngamen di sini, gue lagi makan nih. Ntar hilang selera makan gue."
Sewot Hani sambil kembali mencomot nasi dan menyuapkannya ke mulut.
Farhan : "Iyah kita bakal pergi, tapi nanti setelah makan yah. Mang pecel lele dua. Mayan nih dapet rezeki."
Jawab Farhan sambil teriak ke tukang pecel kemudian ngeloyor menuju meja kosong yang tersedia diikuti oleh Udin.
Rita : "Haha... Kayaknya bakal ada yang tambah sewot nih."
Tangan kiri Rita mencoel tangan Reno.
Reno : "Pastinyaaa..."
Sahut Reno juga dengan senyum-senyum sambil melirik ke arah Hani.
Hani : "Sialan nih cowok, gak ada takut-takutnya. Udah diusir masih ngeyel. Pake acara makan di sini segala. Yang bikin gue tambah kesel, secara tidak langsung gue udah mentraktir mereka makan dengan ngasih duit tadi dong."
Bisik Hani ke Rita.
Rita : "Mungkin dia lagi usaha."
Jawab Hani pendek.
Hani : "Maksud lo?"
Timpal Hani penasaran.
Rita : "Ada deeh."
Sahutnya sambil senyum-senyum gak jelas.
Hani : "Hmmm... Gue tau maksud lo, ma...aaaaf yah dia bukan tipe gue."
Rungut Hani dengan mulut cemberut.
Rita : "Hooh gue tahu dia bukan tipe elo sampe-sampe waktu pertama ngeliat dia elo gak ngedip."
Cibir Rita.
Hani : "Udah diem lo, pokoknya dia bukan tipe gue, titik."
Ketus Hani sambil meneruskan suapannya.
Rita : "Iya deeeh, kita liat aja nanti. Apakah si cantik bakal menjadi miliknya si pengamen ganteng."
Hani : "Berisik."
Rita : "Iya...iya."
Akhir act 17.
Demikian cerpen Pengamen Ganteng ini. Silahkan dipantau kisah selanjutnya. Salam.