-->

Dongeng si Kancil yang Pemarah

Cerita Dongeng si Kancil yang pemarah bercerita tentang kelakuan dan sifat si kancil yang pemarah dan belajar ilmu pendidikan.
Cerita pada edisi kali ini bercerita tentang dongeng si Kancil yang Pemarah. Sosok yang selalu digambarkan sebagai binatang yang cerdik. Namun dalam kisah ini justeru kebalikannya.

Dongeng ini bermaksud mengajarkan bahwa tidak semua kancil itu cerdik. Ternyata ada juga yang biasa-biasa saja.

Dan juga mengajarkan bahwa kecerdikan jika tidak diiringi dengan sikap baik maka hasilnya akan menjadi buruk.

Cerita Dongeng si Kancil yang Pemarah.

Seekor Kancil yang bernama Rungsing. Dia hidup bersama kawanannya di hutan belantara. Diantara kawanan Kancil dia adalah termasuk salah satu Kancil yang pemalu dan lugu.

Suatu hari ketika sedang mencari makanan berupa buah-buahan, dia tersesat. Hingga meninggalkan kawanannya yang tinggal di hutan belantara.

Untungnya dia bertemu dengan kawanan Kancil di luar hutan belantara itu. Dan mereka mau menerima si Rungsing ini untuk tinggal sementara dengan kawanannya. Kini, dia mempunyai lingkungan yang baru.

Kawanan Kancil ini hidupnya sedikit berbeda dengan Kancil yang berada di hutan belantara. Mereka lebih pandai menyesuaikan diri dengan alam.

Dongeng si Kancil yang Pemarah

Mereka bisa membuat sarang dan menanam buah-buahan yang menjadi makanan sehari-hari.

Hingga ketika musim paceklik tiba, mereka tidak pernah kekurangan makanan.

Si Kancil Belajar Ilmu Pendidikan.

Melihat keadaan ini, si Rungsing menjadi tertarik dan berniat untuk tinggal lebih lama lagi di tempat ini untuk mempelajari ilmu yang ada.

Dia mengutarakan keinginan tersebut kepada kepala suku. Ternyata keinginan si Rungsing disambut baik oleh beliau.

Bahkan dia memberikan seorang guru yang khusus mengajari si Rungsing. Guru itu bernama si Tayo.

Ternyata si Rungsing ini kurang pintar dalam menerima ilmu pendidikan yang diberikan oleh gurunya. Namun sang guru sangat sabar dan terus membimbingnya.

Sayang, si Rungsing ini, lambat untuk menyadari kekurangannya. Tidak sadar kalau dirinya kurang cepat memahami ilmu yang diajarkan. Hingga merasa dirinya tidak salah.

Si Tayo mencoba untuk menyadarkan dengan memberikan nasihat. Dan meminta si Rungsing untuk lebih giat belajar dan menghafal, menelaah serta melakukan banyak praktek setiap harinya.

Kaburnya Si Kancil.

Mungkin karena pola pikir si Rungsing yang sederhana karena bergaul dengan Kancil yang berpikiran sederhana pula di hutan belantara sana, semua nasihat si Tayo hanya sedikit saja yang ia patuhi.

Jarang dia mengulang pelajaran ketika kembali ke sarangnya. Malah seringnya main dan ngobrol dengan tetangga. Hingga membuat dia lupa terhadap ilmu pendidikan yang telah diajarkan sang guru.

Hal ini membuat si Tayo kesal. Hingga suatu hari dipuncak kekesalannya dia memaki si Rungsing dengan keras. Meminta agar si Rungsing belajar lebih baik.

Si Rungsing bukannya sadar dan mau memperbaiki diri malah marah. Dia pun kabur dari tempat itu dan kembali ke hutan belantara. Tentu saja kawanan yang ditinggalkan merasa heran melihat kelakuan si Rungsing.

Namun, mereka memaafkan dan melupakan ketidaktauan diri si Rungsing. Sudah diberi ilmu pendidikan malah minggat begitu saja tanpa pamit.

Kancil Pulang.

Kini si Rungsing sudah kembali ke kawanannya di hutan belantara. Dia mengadukan makian yang ia terima kepada kepala suku dan meminta untuk menyerang kawanan Kancil di luar.

Sang kepala suku hanya tersenyum dan berkata:

"Sebelum kita menyerang kawanan Kancil yang memaki kamu. Aku perintahkan kamu untuk tinggal selama seminggu di kawanan Kancil lainnya. Temanku menjadi kepala suku di sana."

"Kenapa?" tanya si Rungsing merasa aneh dan penasaran. Menurut dia cara keluar terbaik dari masalah ini adalah menyerang terhadap yang dia anggap musuhnya. Tak ingin harga dirinya diinjak-injak.

"Nanti juga kau akan tahu," jawab sang kepala Suku.

Si Rungsing tak mampu membantah. Akhirnya dia dikirim oleh kepala Suku untuk tinggal selama seminggu di tempat kawannya memimpin.

Si Kancil Belajar Lagi.

Baru satu hari si Rungsing tinggal, dia sudah keheranan. Dia melihat penduduk yang muda dalam setiap obrolan suka saling memaki. Namun tidak ada satupun terjadi perkelahian.

"Ini kalau terjadi di tempatku. Tiap hari pasti ada perkelahian," pikir si Rungsing.

Dan selama beberapa hari si Rungsing melihat hal yang sama. Hingga membuat dia terbiasa mendengar makian yang terlontar dari mulut penduduk.

Setelah seminggu dilalui, dia pulang kembali ke hutan belantara dan bertemu kembali dengan sang kepala suku.

Si Kancil yang Sadar.

"Bagaimana. Apakah kamu masih menyarankan kita untuk menyerang kelompok Kancil yang kamu anggap musuh itu," tanya sang Kepala Suku.

"Tidak," jawab si Rungsing tegas.

"Bagus. Kini kamu telah sadar. Bahwa dalam hidup ini, kita harus bersikap dewasa dalam menyikapi setiap masalah. Dan sebisa mungkin menghindari langkah kekerasan yang dapat menimbulkan banyak korban jiwa."

Setelah peristiwa itu si Rungsing kembali ke tempat dia belajar dulu dan meminta maaf atas kelakuannya.

Kini dia belajar lebih tekun dan rajin. Dia bercita-cita ingin mengabdikan ilmu pada tempat tinggalnya di hutan belantara sana.

Demikian cerita Dongeng si Kancil yang pemarah ini. Semoga ada pelajaran yang dapat diambil. Salam hangat.
LihatTutupKomentar