3 Cerita Inspiratif Garam dan Air Singkat Beserta Pesan Moralnya
Hai pembaca, pada bahasan kali ini kami hadirkan cerita inspiratif garam dan air.
Ada 3 cerita inspiratif yang penuh makna dan bisa menjadi suatu pembelajaran bagi kita semua untuk bersikap lebih bijaksana dalam kehidupan ini.
Bagaimana cerita selengkapnya, mari kita simak semua di bawah ini.
Cerita Inspiratif Garam dan Air
Cerita pertama diambil dari kisah yang diilhami atau versi lain dari tulisan miliknya Thomas Frederick Crane asal Italia.
Cinta Seperti Air dan Garam
Di sebuah kerajaan nun jauh di sana, hiduplah seorang raja dan ketiga putrinya. Sang raja sangat mencintai anak-anaknya karena mereka adalah gadis-gadis yang baik dan cantik, tetapi suatu hari dia memutuskan untuk menguji seberapa besar cinta mereka.
Raja mengumpulkan putrinya di sekelilingnya dan mengajukan pertanyaan yang sama kepada mereka masing-masing: "Seberapa besar kamu mencintaiku?"
"Oh, ayah," kata putri tertua, "Aku mencintaimu seperti semua berlian dan semua batu rubi di dunia dan banyak lagi!"
"Itu bagus sekali," kata raja dengan gembira.
"Ayah terkasih," kata putri kedua, "Aku mencintaimu seperti semua emas dan perak di dunia dan lebih banyak lagi!"
"Hebat!" kata ayahnya sambil tersenyum.
Kemudian giliran putri bungsu. "Ayah dan rajaku, aku mencintaimu seperti semua garam di dunia dan lebih banyak lagi!"
Raja sangat terkejut dengan jawabannya. "Apa katamu? Kurasa aku pasti salah dengar," cemberut raja.
"Aku berkata bahwa aku mencintaimu seperti garam," ulang si putri bungsu.
“Beraninya kau! Kakak-kakakmu mencintaiku seperti berlian dan emas, dan kau mencintaiku seperti garam," kata raja dengan marah. "Tinggalkan kerajaan ini sekarang dan jangan pernah kembali lagi!"
Putri bungsu menyembunyikan dirinya di hutan, tetapi dia segera menjadi sangat lelah. Dia duduk di atas kayu dan mulai menangis, ketika seorang pangeran, yang lewat di atas kuda mendengar tangisannya. Begitu dia melihat putri cantik, pangeran muda jatuh cinta padanya.
Pangeran membawanya ke istananya dan segera memintanya untuk menikah dengannya. Putri muda itu mengatakan kepadanya bahwa dia hanya akan menikah dengannya jika ayahnya, raja, datang ke pesta pernikahan. “Sayangnya, ayah sangat marah dan mengatakan kepadaku untuk tidak pernah kembali ke kerajaan,” jelasnya.
“Jangan khawatir, sayangku, aku akan mengirim undangan ke pernikahan kita. Dan ketika dia tiba, kita akan memberinya pelajaran," kata sang pangeran dan segera mengirim undangan pernikahan kepada Raja. Tetapi pangeran yang cerdik ini tidak menulis bahwa dia akan menikahi putri bungsu sang Raja.
Dan ketika hari pernikahan tiba, sang Raja datang. Dia duduk pada meja perjamuan kehormatan di sebelah pangeran. Kemudian dia disuguhi makanan, yang terlihat sangat lezat. Tetapi ketika raja mencoba untuk mencicipinya, dia mengerutkan kening dan berteriak, “Makanan ini tidak mengandung garam! Aku tidak bisa memakannya!"
Tiba-tiba seseorang yang mengenakan kerudung membawakan garam untuknya dan berkata, “Ini dia, rajaku! Aku harap makanannya akan terasa lebih enak sekarang.” Raja segera mengenali suaranya.
Pembawa garam mengangkat kerudung dan kini raja melihat putri bungsunya kembali. Dia langsung mengerti apa yang ingin diajarkan pangeran dan putri kepadanya.
Malu atas apa yang telah dia lakukan, raja memohon sang putri untuk memaafkannya.
Tentu saja sang putri berteriak kegirangan, “Oh, ayahku! Aku memaafkanmu dan aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku!”
Mereka saling berpelukan. Selanjutnya sang raja, pangeran dan putri hidup bahagia selamanya.
Pesan Moral:
Cara mencintai seseorang itu berbeda-beda. Bisa saja terlihat atau bisa saja tidak. Bisa terasakan ataupun tidak. Bisa terlihat besar ataupun kecil.
Jadi, jangan menyepelekan cinta yang datang pada kita terlihat ringan dan kecil di mata, bisa jadi, justru cinta itu adalah cinta terbesar dan tulus yang pernah ada.
Filosofi Garam Dalam Air
Svetaketu selalu pulang dengan bangga sepulang sekolah setiap hari. Suatu hari ayahnya bertanya kepadanya tentang Tuhan, tetapi sang anak tidak tahu apa-apa.
Ayahnya meminta segelas air dan meminta Svetaketu untuk memasukkan garam ke dalamnya. Keesokan harinya, dia bertanya di mana garam itu.
Svetaketu tidak bisa melihat garam, tetapi dia bisa merasakannya di dalam air yang ada dalam gelas. 'Itu seperti Tuhan di dunia,' kata ayahnya. 'Tuhan tidak terlihat, tetapi 'ada' dalam segala hal.'
Masalah itu Seperti Garam dalam Air
Seorang Guru Sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.
“Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu? ” sang Guru bertanya.
“Guru, belakangan ini hidupku penuh masalah. Sulit bagi mulut ini untuk tersenyum. Sepertinya, masalah datang tak ada habis-habisnya, ” jawab sang murid.
Sang Guru terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”
Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke gelas air itu,” kata Sang Guru. “Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.”
Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.
“Bagaimana rasanya?” tanya Sang Guru.
“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.
“Sekarang kau ikut aku.” Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. “Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.”
Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya.
“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.
Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulut lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, “Bagaimana rasanya?”
“Segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah.
Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.
“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”
“Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan sang murid meminum air danau sampai puas.
“Nak,” kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. “Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih.
Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.”
Si murid terdiam, mendengarkan.
“Tapi Nak, rasa asin dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya ‘qalbu’ (hati) yang menampungnya. Jadi, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Buatlah qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau.”
Baca juga: 10 Cerita Inspiratif Islami
Demikian 3 Cerita Inspiratif Garam dan Air ini. Tulisan yang kami rangkum dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat untuk para pembaca. Salam.