Mancing di Pantai Santolo
Cerita pendek atau cerpen ini adalah serpihan dari novel Rabunnya Hati. Episode awal yang bercerita tentang mancing di pantai santolo, pamengpeuk, Garut selatan.
Ext. Halaman rumah - pagi menjelang siang.
Ws.
Pagi di Santolo adalah pagi yang hangat. Tak perduli hujan. Nelayan selalu ceria dengan hasil tangkapan ikannya.
Jika ombak sedang besar dan bahaya untuk diarungi, nelayan sibuk dengan perahu-perahunya untuk diperbaiki.
Atau bagi yang punya warung, sedang siap-siap menyiapkan masakan untuk menyambut pendatang atau warga sekitar yang ingin singgah dan makan.
Dan dipagi yang hangat dan bersemangat itu, dua penghuni Santolo sedang mewarnai cerita tempat yang indah tersebut.
Farhan(27)an, berwajah tampan, tubuh yang kekar, rambut sedikit panjang, wajahnya sedikit agak kekanak-kanakan. Berjalan keluar dari rumah.
Di tangan kanannya menggenggam sebuah alat pancing sedang tangan kirinya memegang bungkusan umpan beserta korang wadah ikan.
Udin(27)an, muka standar, gigi sedikit mancung, bibir sedikit mancung juga, namun memiliki wajah yang ceria.
Melihat Farhan keluar dari rumah ia berlari mengejar. Sama dengan Farhan di tangan kanan kirinya ada alat pancing, umpan dan wadah ikan.
Mereka adalah sahabat karib dari kecil dan bertetangga pula. Setelan pakaian mereka sama. Celana pendek, topi lebar, serta kaos tangan panjang warna gelap.
Ls.
Act 1.
Udin : "Eh dodool, tunggu dulu jangan tinggalkan sayah. Enak saja yah, main tinggal-tinggalin".
Teriak Udin sambil buru-buru lari mengejar Farhan.
Ss.
Farhan menengok ke belakang mencari sumber suara. Melihat Udin yang mengejar ke arahnya. Ia tidak menghentikan langkah, malah mempercepat laju jalannya.
Farhan : "Eh kucrut, sapa sudi mancing bareng kamu. Pecundang kaya kamu mah sudah sana tidur di rumah saja. Gak usah ikut-ikut, malu-maluin kampung, tau".
Farhan mengucapkan kata itu seperti serius. Namun Udin tahu watak sahabatnya ini. Dia cuek saja.
Ss.
Udin sudah ada di samping Farhan. Bahunya diadukan ke bahu Farhan.
Udin : "Halah baru menang sekali saja belagunya minta ampun. Nih, dengerin yah.."
Farhan memotong ucapan Udin. Wajahnya dimiringkan sambil melihat muka Udin seperti orang yang sedang meremehkan dan mencibir.
Farhan : "Dengerin apa, pemenang macam sayah mah tidak usah mendengarkan pecundang macam kamu. Pasti alesan doang yang bakalan keluar dari mulut kamu".
Bibir Udin manyun melihat ekspresi muka dan ledekan temennya itu. Namun tak lama kemudian dia berkata sambil tersenyum.
"Hehe... Biasa itu mah gan. Orang amatir seperti kamu mah kalau menang ngomongnya sombooong... Tengiiil... Kalo kalah nangiiis... Bilang ama emak. Kasihan sayah sama emak kamu, malu punya anak cengeng kayak kamu makanya kemaren saya ngalah. Hari ini... Noway... Siap-siap saja pasti bakalan ada yang nangis tuh".
Udin mengakhiri ucapannya dengan tertawa mengejek sambil setengah berlari ketakutan.
Namun, tangan Farhan dengan cepat menarik kerah bajunya hingga ia tidak leluasa bergerak.
Farhan dengan muka yang sama dengan Udin, cengar-cengir juga berjalan menjejeri Udin.
"Haha... Sialan kamu. Pecundang aja sombong apalagi kalo menang, naga-naganya kamu pasti bakal ngasih tahu sama si Mimin gebetan kamu yang cantik nan bohay itu, biar kamu dikagumi, udah gituh bisa pedekate ujung-ujungnya lope-lope"
Tangan Farhan melukis gambar hati di udara kemudian mendekatkan jemari yang direngkepkan kanan dan kirinya mengekspresikan orang sedang berciuman.
Udin : "Najooong, daripada sama si Mimin, mendingan sayah jomblo seumur-umur. Bukan tipe saya, sori layaw."
Hidung udin mengerenyit, bibir kayak ikan koki lagi bernafas sedang kepala dan badannya bergaya india kalo lagi bilang "nehi-nehi". Tanda tidak sudi dirinya diadu-aduin sama si Mimin.
Farhan menengok ke belakang sehabis mendengar ucapan Udin.
Farhan : "Lah itu si Mimin ngapain ke sini yah. Miiin.... Miiin... Sini."
Tangan Farhan melambai ke belakang, tanda orang memanggil.
Terpengaruh ucapan Farhan, Udin ikut nengok ke belakang. Saat itu pula Farhan berlari ketika dirasa si Udin tidak menyadari kebohongannya.
Udin : "Mana... Mana si Mimin."
Sumringah sekali si Udin mendengar nama itu. Wajahnya yang senang terlihat berseri-seri sambil celingak celinguk mencari.
Ls
Farhan menjawab dari kejauhan setengah berteriak.
Farhan : "Di rumahnya Diiin hahaha"
Udin : "Sompreeet kamu yah, nipu sayah."
Diapun berlari mengejar Farhan sambil cengar cengir malu.
Akhir act 1.
Ext.
Cilauteureun begitu gagah dan lembut. Ombak dikejauhan yang menghantam karang begitu keras bergemuruh seakan sedang marah.
Airnya bergulung-gulung, pecah bertabrakan. Bergulung lagi, pecah lagi. Sedang air landai selutut membasahi karang dangkal dekat pantai. Kemarahan dan kelembutan air yang begitu mempesona.
Ls
Farhan dan Udin berdiri bersisian. Mereka memancing sedikit agak ke tengah dari pantai namun masih jauh jaraknya dari ombak yang memecah karang dikejauhan sana.
Kini topi penahan panas bertengger di atas kepala mereka. Tangan kanan memegang joran pancing. Korang dan umpan menempel di pinggang terikat oleh sebuah tali rapia. Sesekali tangan kiri terangkat ke mulut memasukkan rokok untuk dihisap.
Ss.
Act 2.
Farhan : "Katanya gak sukaaa.. sama si Mimin, tapi baru denger namanya saja udah mupeng gituh. Muna kamu lah Din."
Farhan menengok sebentar ke arah Udin sambil berjebi kemudian memandang lagi pada jorannya.
Udin : "Siapa yang suka sama si Mimin..."
Ucapan Udin sedikit mengambang. Mungkin dia malu untuk mengakui kalau dia juga suka sama si Mimin.
Farhan : "Oooh begitu... Baiklah kalau tidak mau mengaku juga. Ntar malem kan malem minggu, kebetulan saya mau ke Pamengpeuk beli buku, nanti saya bakal ajak si Mimin ikut. Naek motoor Din. Oow, pastinya ehemmmm... boncengan ama dia. Semoook gituh looh. Pasti ada sesuatu yang empuk-empuuk."
Muka Farhan begitu mupeng ketika mengucapkan kata-kata barusan. Lidahnya digerak-gerakkan ke bibir dengan ekspresi muka yang mesum.
Udin : "Aseem luh. Cewek gebetan temen juga kamu embat. Ini nih yang namanya tanaman makan pagar."
Udin sewot, kakinya menyepak air hingga menyiprat ke badan Farhan.
Farhan tertawa keras mendengar makian Udin.
Farhan : "Gebetan? Dasar muka bunglon luh. Lagian yang ngembat gebetan temen sapa? Kamu kan katanya gak suka sama dia. Terserah saya dong kalau sesekali jalan sama cewek, bosen ama laki mulu, udah gituh kamu lagi kamu lagi."
Udin : "Iya deeh... Saya ngaku. Saya suka sama si Mimin. Puas luh sekarang dodol?"
Farhan : "Nah itu baru lelaki sejati. Lelaki sejati mah pantang muna, laen di mulut laen di hati. Kalau suka bilang suka, kalau enggak bilang enggak. Apa bukan begitu juragan?"
Udin tidak menjawab. Dia hanya nyengir kuda mendengar ucapan temannya itu.
Ls
Mereka asyik mancing lagi. Tampak beberapa kali pancingan mereka disambar oleh ikan.
Jika Farhan yang dapat, Udin cemberut. Jika Udin yang dapat, Farhan mencibirkan mulut. Mereka seakan tidak senang satu sama lain.
Ketika matahari berada tepat di atas kepala, akhirnya mereka pulang.
Akhir act 2.
Demikian cerita pendek yang berjudul Mancing di Pantai Santolo. Ikuti kisah kelanjutannya. Salam hangat.
Ws.
Mancing di Pantai Santolo.
Pagi di pantai Santolo adalah pagi yang selalu ramai. Tidak pernah sepi. Ombak yang besar bergulung-gulung di laut menabrak karang menimbulkan suara berdentum. Seakan semangat membara selalu menyelimuti suasana sekitar pantai.Pagi di Santolo adalah pagi yang hangat. Tak perduli hujan. Nelayan selalu ceria dengan hasil tangkapan ikannya.
Jika ombak sedang besar dan bahaya untuk diarungi, nelayan sibuk dengan perahu-perahunya untuk diperbaiki.
Atau bagi yang punya warung, sedang siap-siap menyiapkan masakan untuk menyambut pendatang atau warga sekitar yang ingin singgah dan makan.
Dan dipagi yang hangat dan bersemangat itu, dua penghuni Santolo sedang mewarnai cerita tempat yang indah tersebut.
Farhan(27)an, berwajah tampan, tubuh yang kekar, rambut sedikit panjang, wajahnya sedikit agak kekanak-kanakan. Berjalan keluar dari rumah.
Di tangan kanannya menggenggam sebuah alat pancing sedang tangan kirinya memegang bungkusan umpan beserta korang wadah ikan.
Melihat Farhan keluar dari rumah ia berlari mengejar. Sama dengan Farhan di tangan kanan kirinya ada alat pancing, umpan dan wadah ikan.
Mereka adalah sahabat karib dari kecil dan bertetangga pula. Setelan pakaian mereka sama. Celana pendek, topi lebar, serta kaos tangan panjang warna gelap.
Ls.
Act 1.
Udin : "Eh dodool, tunggu dulu jangan tinggalkan sayah. Enak saja yah, main tinggal-tinggalin".
Teriak Udin sambil buru-buru lari mengejar Farhan.
Ss.
Farhan menengok ke belakang mencari sumber suara. Melihat Udin yang mengejar ke arahnya. Ia tidak menghentikan langkah, malah mempercepat laju jalannya.
Farhan : "Eh kucrut, sapa sudi mancing bareng kamu. Pecundang kaya kamu mah sudah sana tidur di rumah saja. Gak usah ikut-ikut, malu-maluin kampung, tau".
Farhan mengucapkan kata itu seperti serius. Namun Udin tahu watak sahabatnya ini. Dia cuek saja.
Ss.
Udin sudah ada di samping Farhan. Bahunya diadukan ke bahu Farhan.
Udin : "Halah baru menang sekali saja belagunya minta ampun. Nih, dengerin yah.."
Farhan memotong ucapan Udin. Wajahnya dimiringkan sambil melihat muka Udin seperti orang yang sedang meremehkan dan mencibir.
Farhan : "Dengerin apa, pemenang macam sayah mah tidak usah mendengarkan pecundang macam kamu. Pasti alesan doang yang bakalan keluar dari mulut kamu".
Bibir Udin manyun melihat ekspresi muka dan ledekan temennya itu. Namun tak lama kemudian dia berkata sambil tersenyum.
"Hehe... Biasa itu mah gan. Orang amatir seperti kamu mah kalau menang ngomongnya sombooong... Tengiiil... Kalo kalah nangiiis... Bilang ama emak. Kasihan sayah sama emak kamu, malu punya anak cengeng kayak kamu makanya kemaren saya ngalah. Hari ini... Noway... Siap-siap saja pasti bakalan ada yang nangis tuh".
Udin mengakhiri ucapannya dengan tertawa mengejek sambil setengah berlari ketakutan.
Namun, tangan Farhan dengan cepat menarik kerah bajunya hingga ia tidak leluasa bergerak.
Farhan dengan muka yang sama dengan Udin, cengar-cengir juga berjalan menjejeri Udin.
"Haha... Sialan kamu. Pecundang aja sombong apalagi kalo menang, naga-naganya kamu pasti bakal ngasih tahu sama si Mimin gebetan kamu yang cantik nan bohay itu, biar kamu dikagumi, udah gituh bisa pedekate ujung-ujungnya lope-lope"
Tangan Farhan melukis gambar hati di udara kemudian mendekatkan jemari yang direngkepkan kanan dan kirinya mengekspresikan orang sedang berciuman.
Udin : "Najooong, daripada sama si Mimin, mendingan sayah jomblo seumur-umur. Bukan tipe saya, sori layaw."
Hidung udin mengerenyit, bibir kayak ikan koki lagi bernafas sedang kepala dan badannya bergaya india kalo lagi bilang "nehi-nehi". Tanda tidak sudi dirinya diadu-aduin sama si Mimin.
Farhan menengok ke belakang sehabis mendengar ucapan Udin.
Farhan : "Lah itu si Mimin ngapain ke sini yah. Miiin.... Miiin... Sini."
Tangan Farhan melambai ke belakang, tanda orang memanggil.
Terpengaruh ucapan Farhan, Udin ikut nengok ke belakang. Saat itu pula Farhan berlari ketika dirasa si Udin tidak menyadari kebohongannya.
Udin : "Mana... Mana si Mimin."
Sumringah sekali si Udin mendengar nama itu. Wajahnya yang senang terlihat berseri-seri sambil celingak celinguk mencari.
Ls
Farhan menjawab dari kejauhan setengah berteriak.
Farhan : "Di rumahnya Diiin hahaha"
Udin : "Sompreeet kamu yah, nipu sayah."
Diapun berlari mengejar Farhan sambil cengar cengir malu.
Akhir act 1.
Ext.
Pantai Santolo atau Pantai Cilauteureun.
Ws.Cilauteureun begitu gagah dan lembut. Ombak dikejauhan yang menghantam karang begitu keras bergemuruh seakan sedang marah.
Airnya bergulung-gulung, pecah bertabrakan. Bergulung lagi, pecah lagi. Sedang air landai selutut membasahi karang dangkal dekat pantai. Kemarahan dan kelembutan air yang begitu mempesona.
Ls
Farhan dan Udin berdiri bersisian. Mereka memancing sedikit agak ke tengah dari pantai namun masih jauh jaraknya dari ombak yang memecah karang dikejauhan sana.
Kini topi penahan panas bertengger di atas kepala mereka. Tangan kanan memegang joran pancing. Korang dan umpan menempel di pinggang terikat oleh sebuah tali rapia. Sesekali tangan kiri terangkat ke mulut memasukkan rokok untuk dihisap.
Ss.
Act 2.
Farhan : "Katanya gak sukaaa.. sama si Mimin, tapi baru denger namanya saja udah mupeng gituh. Muna kamu lah Din."
Farhan menengok sebentar ke arah Udin sambil berjebi kemudian memandang lagi pada jorannya.
Udin : "Siapa yang suka sama si Mimin..."
Ucapan Udin sedikit mengambang. Mungkin dia malu untuk mengakui kalau dia juga suka sama si Mimin.
Farhan : "Oooh begitu... Baiklah kalau tidak mau mengaku juga. Ntar malem kan malem minggu, kebetulan saya mau ke Pamengpeuk beli buku, nanti saya bakal ajak si Mimin ikut. Naek motoor Din. Oow, pastinya ehemmmm... boncengan ama dia. Semoook gituh looh. Pasti ada sesuatu yang empuk-empuuk."
Muka Farhan begitu mupeng ketika mengucapkan kata-kata barusan. Lidahnya digerak-gerakkan ke bibir dengan ekspresi muka yang mesum.
Udin : "Aseem luh. Cewek gebetan temen juga kamu embat. Ini nih yang namanya tanaman makan pagar."
Udin sewot, kakinya menyepak air hingga menyiprat ke badan Farhan.
Farhan tertawa keras mendengar makian Udin.
Farhan : "Gebetan? Dasar muka bunglon luh. Lagian yang ngembat gebetan temen sapa? Kamu kan katanya gak suka sama dia. Terserah saya dong kalau sesekali jalan sama cewek, bosen ama laki mulu, udah gituh kamu lagi kamu lagi."
Udin : "Iya deeh... Saya ngaku. Saya suka sama si Mimin. Puas luh sekarang dodol?"
Farhan : "Nah itu baru lelaki sejati. Lelaki sejati mah pantang muna, laen di mulut laen di hati. Kalau suka bilang suka, kalau enggak bilang enggak. Apa bukan begitu juragan?"
Udin tidak menjawab. Dia hanya nyengir kuda mendengar ucapan temannya itu.
Ls
Mereka asyik mancing lagi. Tampak beberapa kali pancingan mereka disambar oleh ikan.
Jika Farhan yang dapat, Udin cemberut. Jika Udin yang dapat, Farhan mencibirkan mulut. Mereka seakan tidak senang satu sama lain.
Ketika matahari berada tepat di atas kepala, akhirnya mereka pulang.
Akhir act 2.
Tulisan sebelumnya: Dongeng Kerajaan Maju dan Kerajaan Miskin
Demikian cerita pendek yang berjudul Mancing di Pantai Santolo. Ikuti kisah kelanjutannya. Salam hangat.