-->

Cerita Gila Naik Kereta Api

Kisah gila naik kereta api ini menceritakan tentang petualangan seorang anak muda
Cerita Gila Naik Kereta Api. Ini adalah kisah romantika zaman angkutan yang satu tersebut amburadul manajemennya.

Mari kita simak perjalanannya.


Cerita Gila Naik Kereta Api.

Entah kenapa saya suka dengan moda transportasi yang satu ini.

Padahal cerita tentang lambatnya perjalanan atau tidak tepatnya waktu berangkat dan kedatangan sangat sering terjadi.

Bahkan menjadi topik dari lagu yang dinyanyikan oleh Iwan Fals, judulnya Kereta Tiba pukul Berapa.

Mungkin, karena pemandangan yang dilalui rute kereta yang membuat saya suka sekali berpergian dengan kendaraan darat yang satu ini.

Kereta api

Kereta Jimwes

Kereta ini adalah kereta lokal jurusan Cibatu-Purwakarta dan sebaliknya. Ada yang menyebutnya dengan kereta Jimwes.

Kereta sejuta umat. Semua bisa masuk. Manusia, barang dan apapun itu bisa diangkut olehnya.

Karena belum diatur, maka tidak heran, jika kereta penuh sesak.

Penumpang berdesak-desakkan dengan para pedagang dan barang dagangan yang dibawa oleh penumpang untuk dijual di kota. Keramik dan daun pisang contohnya.

Maka tak heran, manusia atau penumpangnya terdesak. Hingga atap gerbong dan kepala kereta terisi oleh manusia.

Dan saya pernah merasakan mengikuti kesemrawutan ini. Di dalam ruangan manusia sudah tidak tertampung sehingga nekat naik di atap dan kepala kereta.

Apakah enak?
Ya, jika menghindari desak-desakan manusia, lumayan enak. Namun jika bicara tentang keselamatan, sangat berbahaya.

Ketika melewati jembatan penyebrangan, jika tidak hati waspada dan tiarap, bisa-bisa terbentur dan jatuh.

Bagaimana dengan Naik di Kepala Kereta?
Cukup satu kata menggambarkannya, sengsara om.

Selain kita harus berpegangan erat, telinga kita tidak henti-hentinya mendengar bisingnya suara mesin.

Apalagi ketika kereta membunyikan klaksonnya, sangat menderita sekali kitanya. Mau nutup telinga susah, dikarenakan harus berpegangan.

Kereta KRD

Dulu waktu masih tinggal di Bekasi dan kerja di Jakarta saya sering menggunakan kereta api.

Karena ini adalah kendaraan satu-satunya yang sangat cepat. Jika naik mobil, dizamin, tiba di tempat kerja akan selalu kesiangan.

Suatu waktu kereta langganan sudah berangkat. Sayapun tertinggal. Bencana bagi saya.

Akhirnya naik kereta lain dengan jurusan berbeda. Namun sayang ternyata kereta yang satu ini penuh sesak.

Atap kereta berisi banyak penumpang. Terpaksa saya ikut diantara mereka yang naik di atas.

Ketika melewati kabel-kabel listrik yang bertegangan tinggi, ada yang jaraknya hanya beberapa meter saja dari atap.

Otomatis kita tiarap demi menghindari bahaya dengan jantung yang degdegan takut kesetrum. Ngeri.

Tiba di tujuan, baju, rambut dan penampilan acak-acakan. Muka terasa tebal oleh debu. Dan, tetap saja terlambat. Sengsara.

Kereta Malam

Waktu itu saya masih kere. Sekarang? Sama saja. Namun waktu itu parah, maklum masih muda. Masih cupu dan gengsian. Hingga susah dapat duit.

Hingga untuk berpergian terpaksa mencari kendaraan yang murah. Dan kereta inilah yang paling murah.

Walau kereta murah, namun tetap saja budget pas-pasan. Jadi harus pintar-pintar berstrategi.

Maka ketika berangkat dari Karawang menuju Bandung pun harus usaha lebih.

Dari Karawang naik KRD ke Purwakarta. Dan dari Purwakarta naik kereta lokal Purwakarta-Cibatu Garut.

Ini adalah rute termurah yang dapat ditempuh oleh kereta api. Walau waktu yang ditempuh bisa seharian. Tak apa, nasib orang kere harus bisa nerima.

Waktu itu seperti biasa, saya naik KRD ke Purwakarta. Namun sayang, tiba di sana, kereta tujuan Garut sudah berangkat.

Terpaksa harus nunggu esok hari dan menginap di stasiun. Beginilah nasib gembel yang ingin jalan-jalan.

Makan dan minum seirit mungkin demi menghemat biaya perjalanan.

Ketika malam tiba saya bertemu dengan pejalan lain yang senasib. Kalau tidak salah namanya Agus.

Lupa lagi informasinya dari siapa, katanya nanti tengah malam bakal ada kereta barang yang menuju Gede Bage Bandung.

Tentu saja informasi ini sangat membuat saya bahagia. Bakal ada tumpangan gratis. Minimal memelas kalau didamprat masinis ๐Ÿ™Œ

Benar saja, ketika tengah malam ada kereta yang berhenti di sini. Tentu saja kita semangat, tarik mang.

Kereta ini hanya dasar lori saja tanpa ada gerbong atau kontainer. Kalau tidak salah cuma satu yang ada gerbongnya yaitu untuk ngangkut barang. Posisinya di paling depan.

Kita yang tahu diri naik di paling belakang. Selain tahu diri, juga takut diusir. Yang terakhir adalah alasan yang paling tepat.

Ternyata di atas lori banyak gembel yang ikut naik kereta ini. Berarti mereka ketambahan dua gembel lagi, saya dan si Agus ๐Ÿ‘ป

Setelah urusan beres, kereta mulai jalan. Membuat saya senang. Perjalanan gratis dimulai, horee ๐Ÿ˜ˆ

Kereta berjalan dengan ekspress, terus melaju tanpa henti melewati stasiun yang berderet sepanjang jalur Purwakarta-Bandung.

Angin berhembus sangat kencang hingga membuat kami kedinginan. Malam waktu itu sangat pekat.

Sehingga hanya penerangan lampu kepala kereta satu-satunya cahaya yang ada.

Maka tak heran ketika kereta berbelok, maka gelaplah yang terjadi di sekitar. Kita seperti sedang berjalan sendirian, seram juga rasanya.

Takut tiba-tiba ada hantu atau makhluk aneh yang lewat dan ikut naik kereta, kan jadi horor cerita perjalanannya.

Ketika masuk ke dalam lorong terowongan yang panjang. Asap dari kereta api semuanya menerpa hidung kita. Lumayan bikin sesak.

Tiba di Bandung menjelang subuh. Pori-pori kulit tampak terlihat putih seperti es. Pengalaman yang eksotis.

Karena perjalanan gratis, lumayan ada biaya untuk membeli minuman bandrek. Dingin-dingin minum bandrek memang sangat mantab ๐Ÿ˜Ž

Baca juga: Kisah Gila Wisata Tangkuban Perahu

Demikian Cerita Gila Naik Kereta Api ini. Semoga bisa menambah pengetahuan wawasan anda. Bahwa ternyata ada loh, kisah perjalanan seperti ini. Salam hangat.
LihatTutupKomentar