Cerita Kemping di Ranca Upas Ciwidey Bandung Zaman Dulu
Kisah atau cerita tentang kemping atau berkemah, camp di bumi perkemahan Ranca Upas, Ciwidey, Bandung selatan. Eh ketemu cewek bening, ya tambah asyik
Cerita Kemping di Ranca Upas adalah kisah tentang kemping di bumi perkemahan wilayah Bandung Selatan, daerah Ciwidey sana.
Selain alamnya yang eksotis, tempat berkemah atau nge-camp ini ternyata dapat pula memberikan kenangan yang tak terlupakan. Yuk disimak ceritanya.
Penasaran banget dengan tempat ini. Pengen rasanya untuk berkemah. Menurut saya pasti manteb nih untuk dicoba. Maklum tukang kemping.
Bertahun-tahun lamanya memendam rasa penasaran ini. Padahal Gunung Gede, Gunung Sangga Buana, Curug Cijalu, Curug Cipelang dan tempat-tempat kemping atau wisata pernah saya kunjungi.
Tapi tempat kemping di Bandung bagi saya buta sama sekali. Cuma dengar nama Cikole Lembang dan Ranca Upas doank. Dah itu aja.
Kontak teman kuliah untuk kemah di sana. Eh teryata dianya lagi jalan ke Bandung. Wah gak bilang-bilang dia. Ngobrol lah kita lewat telepon.
Dia bilang, susul saja ke sini. Oke saya susul, tapi kamu ikut ke Ranca Upas pinta saya. Deal katanya. Dengan semangat, saya pinjam tenda dome ke temen untuk keperluan acara ini.
Lagian saudaranya cewek, lumayan cakep namun sayang masih SMP. Jadi walaupun nih cewek bening banget, gak bisa digodain, masih polos dianya.
Kelar urusan dia dengan keluarganya akhirnya kita berangkat ke Bandung Selatan. Naik angkot ke Leuwi Panjang, Elf ke Ciwidey dan angkot lagi menuju Ranca Upas. Alhamdulillah lancar tiba di tujuan.
Selain kami, lumayan banyak orang yang mendirikan tenda di sini. Kebanyakan tenda biasa, namun ada juga yang menjadikan mobilnya sebagai kemah.
Di sini, lahan untuk kemping luas sekali. Tinggal pilih mau di mana. Memanjang dari arah pintu masuk hingga ke arah hutan sana.
Saat itu, cerita tentang Rusa tidak terdengar. Entah belum ada atau memang belum seterkenal sekarang. Yang pasti, saya tidak melihatnya.
Untuk api unggun kita beli kayu bakar dari warung yang berjejer dekat musholla. Karena ternyata susah nyari kayu bakar kering di sekitar wilayah ini.
Mungkin karena saking dinginnya cuaca atau karena pohonnya tidak menyediakan banyak ranting tua yang berjatuhan. Gak mudeng kitanya.
Atau memang dari sononya warna ikan itu sudah item, entahlah. Di sini kita bisa cuci muka, mengambil air untuk direbus atau untuk menghangatkan kaki. Bening banget airnya.
Tuh cewek sedikit mirip Raisa Andriana, banyak enggaknya. Ya sudah, karena saya merasa ganteng, saya godain si cewek bening ini.
Ternyata ada respon. Walau responnya dia bikin kesel. Minta nomor hape, dia ngasih tapi nomornya ngaco. Ketemu di kolam, dianya senyum-senyum seperti lagi ngeledek.
Namun dari gelagatnya seperti masih ngasih harapan. PHP kalo istilah zaman sekarang mah. Hadeuh... Buaya dikadalin ya seperti begini contohnya.
Sambil nunggu ngantuk saya gabung dengan rombongan yang bawa gitar. Saya nyanyiin lagu dari Slank, judulnya Bim Bim Jangan Menangis.
Suara merdu saya terdengar ke seantero daerah. Banyak yang nyahutin nyanyian saya.
Mungkin karena berisik atau karena lirik lagunya. Yang pasti banyak yang tertawa dengan suasana malam itu. Lumayan ngilangin stress.
Jam tidur pun dateng. Asli yang namanya kemping itu ya mesti lengkap peralatannya kalo nggak seperti yang kami alami. Padahal saya sudah pakai sepatu, sarung tangan, topi dan jaket tetep saja kedinginan.
Waktu itu gak bawa sleeping bag. Matras yang seharusnya menjadi pembatas dinginnya tanah berumput dengan badan malah berair penuh embun. Hancuur maak kondisi badan saat itu.
Yang lebih parah temen saya, dia tidak siap dengan keadaan ini. Pakaian yang dia bawa adalah setelan kota, ya ngga ngelawan. Maka terdengarlah gemerutuk suara giginya. Kasihan banget.
Saya bantu dengan meminjamkan baju untuk merangkap baju dia, biar tidak terlalu dingin. Gagal ternyata.
Semalaman kita tidur-melek. Tidur bentar, bangun karena kedinginan. Begitu terus keadaannya. Yang saya harapkan waktu itu adalah pagi cepat datang.
Ketika pagi hari datang. Teman saya menghilang. Tidak ada di tenda. Ditanya waktu nongol, katanya malem-malem ke luar menuju musholla dan tidur di sana.
Alhamdulillah kesengsaraan dia berkurang di tempat itu. Saya pun merasa lega. Karena pada dasarnya di hati kecil saya merasa bersalah. Membuat dia terbawa sengsara dengan keadaan ini.
Siangnya kita cepat-cepat berkemas dan berangkat ke Leuwi Panjang tujuan pulang ke Jakarta.
Badan udah pada pegal-pegal ingin istirahat di bus. Eh lakadalah waktu tiba di terminal, bus ac biasa lagi kosong.
Terpaksa, ketika ada bus eksekutif lewat gak pakai mikir dua kali walo harganya bikin ngilu dompet, kitapun naik. Tarik mang.
Sekarang baru lega. Dari Bandung hingga Jakarta kita berdua pada tidur. Bales dendam.
Jakarta kami datang.
Semoga saja, cewek yang saya pernah godain baca cerita ini. Nostalgia Neng.
Baca juga: Kisah Gila Wisata Tangkuban Perahu
Demikian, cerita tentang Cerita Kemping di Ranca Upas, bumi perkemahan Bandung. Cerita selanjutnya tentang kawah putih. Pantengin tulisan ngaco saya berikutnya ya. Salam hangat.
Selain alamnya yang eksotis, tempat berkemah atau nge-camp ini ternyata dapat pula memberikan kenangan yang tak terlupakan. Yuk disimak ceritanya.
Cerita Kemping di Ranca Upas
R anca Upas adalah tempat yang pernah saya lewati sewaktu ada pekerjaan di daerah Situ Patenggang sana.Penasaran banget dengan tempat ini. Pengen rasanya untuk berkemah. Menurut saya pasti manteb nih untuk dicoba. Maklum tukang kemping.
Bertahun-tahun lamanya memendam rasa penasaran ini. Padahal Gunung Gede, Gunung Sangga Buana, Curug Cijalu, Curug Cipelang dan tempat-tempat kemping atau wisata pernah saya kunjungi.
Tapi tempat kemping di Bandung bagi saya buta sama sekali. Cuma dengar nama Cikole Lembang dan Ranca Upas doank. Dah itu aja.
Dia bilang, susul saja ke sini. Oke saya susul, tapi kamu ikut ke Ranca Upas pinta saya. Deal katanya. Dengan semangat, saya pinjam tenda dome ke temen untuk keperluan acara ini.
Berangkat ke Bandung.
Tiba di Bandung, ternyata temen saya ini lagi berkunjung ke rumah sodaranya. Ya sudah kita ikutin saja alur ceritanya.Lagian saudaranya cewek, lumayan cakep namun sayang masih SMP. Jadi walaupun nih cewek bening banget, gak bisa digodain, masih polos dianya.
Kelar urusan dia dengan keluarganya akhirnya kita berangkat ke Bandung Selatan. Naik angkot ke Leuwi Panjang, Elf ke Ciwidey dan angkot lagi menuju Ranca Upas. Alhamdulillah lancar tiba di tujuan.
Baca juga: Kisah Menarik Anak Sekolah Zaman Dahulu.
Berkemah di Ranca Upas
Tiba di lokasi, bayar karcis di loket lalu masuk ke dalam, kemudian mendirikan tenda di lapangan dekat sisi jalan.Selain kami, lumayan banyak orang yang mendirikan tenda di sini. Kebanyakan tenda biasa, namun ada juga yang menjadikan mobilnya sebagai kemah.
Di sini, lahan untuk kemping luas sekali. Tinggal pilih mau di mana. Memanjang dari arah pintu masuk hingga ke arah hutan sana.
Saat itu, cerita tentang Rusa tidak terdengar. Entah belum ada atau memang belum seterkenal sekarang. Yang pasti, saya tidak melihatnya.
Untuk api unggun kita beli kayu bakar dari warung yang berjejer dekat musholla. Karena ternyata susah nyari kayu bakar kering di sekitar wilayah ini.
Mungkin karena saking dinginnya cuaca atau karena pohonnya tidak menyediakan banyak ranting tua yang berjatuhan. Gak mudeng kitanya.
Hal yang Menarik
Yang membuat Ranca Upas tambah menarik adalah adanya kolam air panas yang berisi ikan yang warnanya kehitaman. Unik banget. Mungkin karena kepanasan ikannya jadi item.Atau memang dari sononya warna ikan itu sudah item, entahlah. Di sini kita bisa cuci muka, mengambil air untuk direbus atau untuk menghangatkan kaki. Bening banget airnya.
Godain Cewek Cantik.
Selain itu ada rombongan kemping anak sekolahan. Nah ini yang bikin lebih menarik. Pas lagi nongkrong eh beberapa anak sekolah itu lewat. Ada yang bening ternyata.Tuh cewek sedikit mirip Raisa Andriana, banyak enggaknya. Ya sudah, karena saya merasa ganteng, saya godain si cewek bening ini.
Ternyata ada respon. Walau responnya dia bikin kesel. Minta nomor hape, dia ngasih tapi nomornya ngaco. Ketemu di kolam, dianya senyum-senyum seperti lagi ngeledek.
Namun dari gelagatnya seperti masih ngasih harapan. PHP kalo istilah zaman sekarang mah. Hadeuh... Buaya dikadalin ya seperti begini contohnya.
Menikmati Malam Bumi Perkemahan Ranca Upas.
Malam datang. Dingin mencucuk mulai menyusup ke pori-pori. Kita mulai bakar kayu buat api unggun. Tak bisa jauh kita dari dia. Sedikit jauh, menggigil deh nih badan.Sambil nunggu ngantuk saya gabung dengan rombongan yang bawa gitar. Saya nyanyiin lagu dari Slank, judulnya Bim Bim Jangan Menangis.
Suara merdu saya terdengar ke seantero daerah. Banyak yang nyahutin nyanyian saya.
Mungkin karena berisik atau karena lirik lagunya. Yang pasti banyak yang tertawa dengan suasana malam itu. Lumayan ngilangin stress.
Jam tidur pun dateng. Asli yang namanya kemping itu ya mesti lengkap peralatannya kalo nggak seperti yang kami alami. Padahal saya sudah pakai sepatu, sarung tangan, topi dan jaket tetep saja kedinginan.
Waktu itu gak bawa sleeping bag. Matras yang seharusnya menjadi pembatas dinginnya tanah berumput dengan badan malah berair penuh embun. Hancuur maak kondisi badan saat itu.
Yang lebih parah temen saya, dia tidak siap dengan keadaan ini. Pakaian yang dia bawa adalah setelan kota, ya ngga ngelawan. Maka terdengarlah gemerutuk suara giginya. Kasihan banget.
Saya bantu dengan meminjamkan baju untuk merangkap baju dia, biar tidak terlalu dingin. Gagal ternyata.
Semalaman kita tidur-melek. Tidur bentar, bangun karena kedinginan. Begitu terus keadaannya. Yang saya harapkan waktu itu adalah pagi cepat datang.
Ketika pagi hari datang. Teman saya menghilang. Tidak ada di tenda. Ditanya waktu nongol, katanya malem-malem ke luar menuju musholla dan tidur di sana.
Alhamdulillah kesengsaraan dia berkurang di tempat itu. Saya pun merasa lega. Karena pada dasarnya di hati kecil saya merasa bersalah. Membuat dia terbawa sengsara dengan keadaan ini.
Siangnya kita cepat-cepat berkemas dan berangkat ke Leuwi Panjang tujuan pulang ke Jakarta.
Badan udah pada pegal-pegal ingin istirahat di bus. Eh lakadalah waktu tiba di terminal, bus ac biasa lagi kosong.
Terpaksa, ketika ada bus eksekutif lewat gak pakai mikir dua kali walo harganya bikin ngilu dompet, kitapun naik. Tarik mang.
Sekarang baru lega. Dari Bandung hingga Jakarta kita berdua pada tidur. Bales dendam.
Jakarta kami datang.
Semoga saja, cewek yang saya pernah godain baca cerita ini. Nostalgia Neng.
Baca juga: Kisah Gila Wisata Tangkuban Perahu
Demikian, cerita tentang Cerita Kemping di Ranca Upas, bumi perkemahan Bandung. Cerita selanjutnya tentang kawah putih. Pantengin tulisan ngaco saya berikutnya ya. Salam hangat.